PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM
MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
Paper ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Statistik Pendidikan dan Komputer

Dosen
: Prof. Dr. Budi Murtiyasa
Disusun oleh:
MARNI
NIM Q100120098
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER MANAJEMEN
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2013
PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME
GURU
I. Pendahuluan
Pengembangan
Profesionalisme guru memerlukan suatu penguasaan terhadap tehnologi Informasi
dan Komunikasi untuk menunjang kelancaran dalam penyampaian pembelajaran
disekolah. Paper ini ditujukan untuk menstimulasi pemikiran tentang cara memanfaatkan
tekonologi komunikasi dan informasi dalam pendidikan untuk mendukung upaya
mencapai tujuan pendidikan nasional, yang menekankan pengembangan kecerdasan
komprehensif peserta didik—kecerdasan kinestetik, emosional, spiritual,
intelektual sehingga pendidikan dapat menjalankan fungsi untuk membentuk watak
dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa seperti telah diamanatkan dalam Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Serta sebagai peningkatan keprofesionalan guru
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya agar lancar efektif dan efisien.
Disamping
itu permasalahan yang ditimbulkan oleh kemajuan Tehnologi informasi dan Komunikasi adalah faktor
gurunya yang belum begitu menguasai dan mengimplementasikan kedalam pelaksanaan
pembelajaran. Guru merupakan motor penggerak didalam pelaksanaan pembelajaran
disekolah sedangkan TIK dapat membantu semua tugas guru dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar didalam kelas maupun diluar kelas. Olehkarena itu
penguasaan Tehnologi Informasi dan Komunikasi dalam dunia pendidikan sangat
diperlukan sekali sehingga guru bisa mengoperasionalkan dan menguasai TIK
sebagai upaya peningkatan profesionalisme guru.
Didalam
pemanfaatan TIK tidak mengganggu pembentukan karakter peserta didik, melainkan
justru mendukungnya. Mengapa? Karena tidak ada gunanya mendidik anak menjadi
sangat pintar tetapi karakternya buruk dan/atau lemah sehingga justru dengan
kepinterannya tersebut kelak mereka akan membuat kerusakan atau menimbulkan
kerugian, baik bagi diri sendiri, bagi masyarakat, maupun bagi bangsa. Oleh
sebab itu, pemanfaatan TIK dalam pendidikan perlu dirancang, direncanakan,
dilaksanakan, dan dinilai dalam rangka mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya seperti diuraikan di atas. Merancang Pemanfaatan TIK untuk Mendukung
Pelaksanaan Fungsi dan Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional serta sebagai
peningkatan keprofesionalan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya agar
lancar efektif dan efisien.
II.
Rumusan masalah
Bagaimana
peran tik dalam meningkatkan Profesionalisme guru
III.
Pembahasan Masalah
A.
Teknologi Komunikasi dan Peradaban Manusia
Teknologi
komunikasi atau disebut sebagai teknologi kultural (McGaghey, http://worldhistorysite.com)
telah berkembang dan mempengaruhi perkembangan peradaban manusia, dimulai
dengan teknologi komunikasi. Perkembangan teknologi komunikasi sebagai
pengembangan guru: Ketika dikenalkan pertama kali ke masyarakat, teknologi baru
dengan kapabilitas komunikasi yang jauh lebih tinggi dan sangat berbeda akan mengubah
budaya secara besar-besaran dan benar-benar menandai. Dari masa ke masa,
perkembangan teknologi komunikasi makin cepat dan makin produktif, yang dapat
dilihat dalam ringkasan yang disarikan dari tulisan McGaghey
(http://worldhistorysite.com) seperti disajikan di bawah, dengan disertai ulasan
tentang butir-butir yang dapat menjadi pelajaran bagi kita. Pengelompokan
perkembangan teknologi komunikasi menjadi lima gelombang mengacu pada model
McGaghey seperti disajikan di bawah, dengan catatan bahwa ketika gelombang
teknologi baru muncul tidak berarti teknologi sebelumnya berhenti berkembang.
1.
Teknologi Tulisan Ideografik atau Silabik Gelombang teknologi komunikasi tertua,
dimulai dengan penemuan tulisan dari inskripsi komersial Ketika dikembangkan
tulisan Jepang berdasarkan model Korea dan Cina. Tulisan ideografik atau
silabik ini menggunakan simbol tertulis untuk mengungkapkan seluruh kata – satu
kata, satu simbol—terlepas dari isi bunyi. Jika kosakata lisan mengandung
10.000 kata, maka 10.000 simbol harus dipelajari untuk bahasa tulis. Tuntutan
belajar yang begitu berat membuat pengetahuan tentang tulisan hanya dikuasai
oleh kelompok orang yang sangat terlatih, seperti juru catat di candi-candi.
Sistem satu simbol untuk satu kata dalam
tulisan ideografik sebagai teknologi komunikasi menunjukkan kelugasan dan
kekonkretan; masuk akal jika teknologi ini meningkatkan ketajaman persepsi
terdekat. Masyarakat yang teknologi komunikasinya tidak pernah melebihi tahap
tulisan ideografik cenderung menjadi pencatat profesional, yang diperlukan
untuk mengadadikan pengetahuan, bukan untuk bercakap-cakap atau menghibur.
Kedisiplinan mencatat ini sangat membantu pengaturan pekerjaan umum pada masa
tulisan ideografik menjadi teknologi komunikasi utama. Pelajaran yang dapat
diambil adalah bahwa pencatatan cermat, tepat, tanpa makna ganda diperlukan
untuk keperluan koordinasi. Praktik menghafal simbol-simbol yang tak terhitung
jumlahnya meningkatkan kemampuan memori untuk menyimpan informasi dan kecepatan
memanggilnya kembali saat diperlukan. Pelaku budaya ini cenderung kuat
memorinya dan tidak menjadi pelupa. Namun demikian, karena harus taat menyimpan
simbol-simbol apa adanya dan dalam jumlah yang cukup besar, sangatlah terbatas
kesempatan dan kemampuan untuk bergerak bagi pikiran mereka, yang berarti
kurang berkembang kreativitasnya. Dengan demikian, teknologi ini tidak mampu
mendorong berkembangnya ilmu yang memerlukan kemampuan analisis dan sintesis.
Keterbatasan ini teratasi dalam perkembangan teknologi berikutnya.
2. Teknologi Tulisan
Alfabetik
Teknologi
tulisan alfabetik dimulai dengan kemunculan tulisan alfabetik pertama, Semitik
Utara, di Palestina pada Milenium ke-2 S.M., yang diduga dikembangkan dari
tulisan demotik Mesir. Temuan ini diikuti oleh 20 temuan atau peristiwa pada
abad ke-9 Masehi Huruf-huruf diatur
mengikuti urutan bunyi dalam kata lisan untuk membentuk kata tertulis. Untuk
kasus bahasa Inggris, ada 26 huruf yang mewakili berbagai bunyi moda lisan,
meskipun tidak ada konsistensi bahwa satu bunyi diwakili oleh satu huruf atau
perpaduan huruf tertentu. Seseorang harus mempelajari hanya 26 huruf tersebut untuk
belajar menulis. Jumlah huruf yang berkurang mempermudah belajar menulis. Artinya,
lebih banyak orang dapat membaca dan menulis. Maka muncullah publik pembaca.
Tulisan alfabetik banyak digunakan pada zaman
Raja Daud sekitar 1000 S.M.,kemudian dilengkapi dengan huruf vokal oleh bangsa
Yunani. Keaksaraan yang meningkat di
Yunani dan tempat-tempat lainnya manimbulkan rasa ingin tahu tentang hakikat kata.
Kata yang ditorehkan pada medium padat seperti papirus atau batu tampaknya
memiliki eksistensi yang mudah dirasakan atau ditangkap. Para filosof bertanya:
benda apa ini? (Plato menjawab: bentuk). Teknologi komunikasi ini mendukung
terbentuknya masyarakat beradab setelah kebangkitan filosofis dan spiritual
pada abad ke-6 dan ke-5
Dibandingkan
teknologi sebelumnya, teknologi tulisan alfabetik ini menghemat energi otak
untuk menghafal dan menghemat tempat dalam memori serta mendorong pemikiran
abstrak yang semuanya pada gilirannya mendorong kreativitas pikiran. Manfaat
terbesar dari teknologi ini adalah kemampuannya untuk mendorong perubahan
budaya lisan menjadi budaya tulis, yang berarti peningkatan tingkat keaksaraan
umum di masyarakat. Keaksaraan umum ini pada gilirannya mendorong tumbuhnya
kemelitan (keingitahuan). Maka lahirlah publik yang melek aksara dan haus
pengetahuan. Akses terhadap informasi yang terkandung dalam bahasa tulis berarti
hilangnya keistimewaan yang pernah dinikmati oleh kelompok pencatat pada masa
teknologi sebelumnya, yang menyiratkan permulaan proses demokrasi. Selain itu,
sistem alfabet mendorong pemikiran analitis karena untuk mengubah bahasa lisan menjadi
bahasa tulis, seseorang harus mengenali bunyi yang berurutan, mengasosiasikannya
dengan huruf, dan menggabungkannya kembali menjadi kata. argument.”
maka
masuk akal bahwa masa teknologi tulisan alfabetik ini melahirkan pemikirpemikir
besar dan memungkinkan berkembangnya sains abstrak, logika formal, geometri
aksiomatirk, filosofi rasional, dan seni representasional, yang menjadi unsur peradaban
Eropa. (McGaghey, mengutip Robert Logan, penulis The Alphabet Impact.) Namun
perlu dicatat bahwa akibat dari berkembangnya kemampun berpikir.
3.
Teknologi Cetak (Cetak, Ketik, Fotokopi)
Teknologi
cetak, yang mencakup cetak, ketik, dan fotokopi ini dimulai dengan penemuan
kertas di Cina ketika dipasarkan mesin fotokopi berwarna. Teknologi ini
meningkatkan efisiensi dalam memperbanyak naskah tertulis. Piringan yang
mengandung deretan huruf “menulis” seluruh halaman teks dalam cetakan bertinta
tunggal. Efisiensi yang meningkat menghasilkan peningkatan volume pustaka
cetak. Dalam hal ini, budaya cermat berkembang karena tuntutan untuk memproduksi
teks bebas kesalahan di mana harus dilakukan pengecekan ganda teks yang akan
diproduksi, tidak hanya sekali, tetapi mungkin berulang kali. Di samping itu,
dapat pula dibakukan ejaan dan jenis huruf. Kemampuan teknologi cetak untuk
mereproduksi teks berulang kali dengan hasil yang persis sama dengan mudah
dapat menjamin bahwa kata-kata pengarangnya benar-benar ditransfer ke pembaca. Pencetakan
juga membantu penyebaran pengetahuan. Jurnal ilmiah dapat menyajikan argumen
yang diungkapkan secara cermat kepada pembaca yang berminat. Kemampuan pewarta
atau suratkabar untuk menarik pembaca masal dapat ditangkap oleh pengiklan.
Saat inilah perdagangan menemukan jalan untuk memasarkan dagangannya melalui pustaka
tertulis . Sastra dan seni humanis dan juga sains empiris. Teknologi cetak
telah menciptakan ruang untuk jenis baru pengalaman publik, termasuk wacana
publik.
4.
Teknologi rekaman dan siaran elektronik
Teknologi
ini mencakup fotografi, telegraf listrik, tilpon, fonograf dan perekam pita,
gambar hidup dan perekam video, radio, TV. Tehnologi ini dimulai dengan
deskripsi tentang obskura kamera dalam buku oleh Giovanni Battista della Porta,
ketika stasiun televisi STAR mulai operasi di Asia. Teknologi komunikasi
elektronik ini mencakup beberapa peralatan yang ditemukan pada abad ke-19 dan
ke-20 M, yang memungkinkan perekaman kata dan citra yang memuaskan indera.
Fotografi adalah temuan perdana teknologi jenis ini, yang kemudian diikuti oleh
telegraf, telepon, fonograf, mesin gambar-bergerak, radio, dan televisi. Produk
komersial yang diiklankan di radio atau televisi menjadi nama merek yangcepat
laku. Maka jaringan televisi sebagai media berita dan hiburan menjadi institusi
dominan yang dihasilkan oleh Peradaban IV. Kemudian jaringan ini disusuldengan
jaringan internet.
5.
Teknologi Kalkulator dan Komunikasi
Komputer teknologi komunikasi komputer ini dimulai dengan karya rintisan cara
pengalian dan pembagian dengan menggunakan tambang atau tulang oleh John Napier
pada tahun 1617 M. dan ketika Youtube diluncurkan dan setahun kemudian dijual
kepada Google dengan harga US$1,65 milyar. Meski sangat muda, peradaban ini
tampak telah berkembang dengan pesat, terutama dengan diciptakannya laman-laman
internet yang mampu menyimpan berbagai macam informasi, baik cetak dan gambar
bergerak serta suaranya sekaligus, dan dapat diakses secara instan dari manapun
pengakses berada. Kemampuan internet yang demikian inilah makin membuat dunia
ini benar-benar terasa seperti “kampung” maya, di mana para penduduknya sangat
dekat. Tentu saja semua ini mempercepat penyebaran informasi tanpa batas, baik
informasi faktual, konseptual, maupun prosedural, dalam kemasan artikel,
jurnal, buku atau kemasan lain dengan diiringi gambar dan suara yang sesuai
dengan segala kreativitas artistiknya.
B.
Pemanfaatan TIK
Kemajuan
TIK sangat membatu bagi peningkatan profesionalisme guru, namun ada juga
beberapa hal yang perlu diwaspadai. Pertama, informasi yang tersaji di
laman-laman internet bermacammacam komunikasi elektronik, budaya TIK telah
menunjukkan kekuatannya. Internet memang sudah ada sejak 1969, tetapi dampaknya
menjadi luar biasa setelah ditemukannya World Wide Web pada tahun 1989 oleh Tim
Berners-Lee dan diimplementasikan tahun 1991
(http://en.wikipedia.org/wiki/Information_Age).
internet
menjadi sumber informasi bagi semua orang yang menginginkannya. Dengan tekologi
mutakhir ini, telah pula berkembang pembelajaran berbasis komputer dan berbasis
TIK, yang membantu upaya memotivasi guru dalam memilih bahan ajar pada proses
belajar mengajar juga membantu para pelajar melalui kemasan informasi yang
memikat, lengkap dengan gambar berwarna dan bergerak, baik gambar nyata maupun
animasi. Model pembelajaran ini tentu selaras dengan lingkungan ber-TIK di luar
sekolah sehingga memotivasi pelajar untuk belajar. Kita juga bisa menyaksikan
bahwa di Indonesia Peradaban V ini diwarnai dengan penggunaan hand-phone yang
sangat luar biasa luas, menjangkau semua kelompok umur. Komunikasi antar
manusia sangat lancar tanpa kendala ruang dan waktu, benar-benar instan. Kapasitas
memori mesin HP yang makin besar mampu memuat data yang besar pula, termasuk
pertunjukan musik dan gambar hidup bersama suaranya. Pelajaran sebagian besar dilaksanakan
dengan ICT, peserta didik akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan
interaktif dan komunikasi tatap muka dan belajr memecahkan masalah dan
bersosialisasi. Semua ini menjadi tantangan bagi dunia pendidikan kita, yang
menjadi sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. Singkatnya, teknologi dalam tidak
dapat mengambil alih peran guru.
TIK
untuk Memfasilitasi Pendidikan dalam Menjalankan Fungsi dan Mencapai Tujuannya Seperti
telah disebut dalam pengantar, pendidikan tidak terjadi dalam ruang hampa, melainkan
dalam dunia nyata. Oleh sebab itu Dalam memanfaatkan TIK untuk tujuan
pendidikan diperlukan kesadaran akan ciriciri abad ke-21 ini, yang akan
membantu dalam penentuan langkah kependidikan yang tepat, termasuk dalam merancang
pemanfaatan TIK. Di sini peran guru sangat penting dimana
guru melakukan pendekatan konstruktif yaitu peserta didik di tempatkan pada
posisi yang memiliki kemampuan belajar, sehingga peran guru adalah sebagai
pelatih, pemandu, dan pendorong di sat di perlukan oleh peserta didik.
C.
Peningkatan profesionalisme guru
Dalam melaksanakan tugas sebagai guru harus memiliki beberapa kompetensi
guru professional, yaitu:
1)
Memahami materi dan keterampilan di bidangnya
2)
Memahami perkembangan peserta didik dan proses belajar
3)
Memahami pembuatan rencana pembelajaran
4) Dapat
memilih dan menggunakan strategi pembelajaran
5)
Memahami kebutuhan lingkungan belajar dan pengelolaan kelas
6)
Memahami strategi komunikasi
7)
Memahami strategi penilaian atau evaluasi
8)
Memahami penggunaan strategi motivasi
9)
Memahami strategi pemecahan masalah atau pengaambilan keputusan
10) Memahami hubungan rumah,
sekolah, masyarakat
11) Dapat menggunakan teknologi
12) Memahami strategi multibudaya
13) Memiliki keterampilan hubungan
manusiawi
Guru professional meyakini bahwa hidup
adalah belajar terus-menerus menuju kesempurnaan. Belajar bukan hanya bentuk resmi di ruang
kelas, tetapi memiliki makna yang luas. Dimanapun, kapanpun, bersama siapapun
belajar tidak di batasi( Long live education). Keprofesionalan
merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan perkembangan yang terjadi di
lingkungannya. Standar professional diperoleh melalui tahapan yang panjang. Kegiatan pembentukan karakter perlu dilakukan
di sekolah, rumah, dan masyarakat dengan menjaga keselarasannya untuk menjamin
ekeftivitasnya. Pembiasaan kerja hati, otak, dan raga yang dilandasi nilainilai
universal dalam kehidupan keseharian menjadi strategi utama dalam pembentukan
karakter, disertai keteladanan dari semua komunitas pendidikan secara efektif
situasi sulit, tidak enak/tidak nyaman, atau berbahaya Untuk mencapai
keberhasilan membentuk karakter, diperlukan kerja keras dan komitmen yang
konsisten.
Guru
harus bisa mengembangkan seluruh potensi peserta didik baik potensi kinestetik,
potensi emosional, potensi estetik, potensi intelektual, dan potensi spiritual
keagamaan sehingga tumbuh kembang menjadi menusia Indonesia seutuhnya . Jika tujuan
ini sepenuhnya tercapai, maka watak atau karakter idaman peserta didik akan terbentuk
sehingga terwujud dalam kiprahnya seperti tersebut di atas dan dengan demikian
maka akan terwujudlah kehidupan bangsa yang cerdas, sebagai salah satu tujuan
pendirian negara RI tercinta ini. Begitu
pentingnya karakter sehingga perlu benar-benar dijaga agar pemanfaatan TIK
tidak mengganggu pembentukan karakter peserta didik, melainkan justru mendukungnya.
Mengapa? Karena tidak ada gunanya mendidik anak menjadi sangat pintar tetapi
karakternya buruk dan/atau lemah sehingga justru dengan kepinterannya tersebut
kelak mereka akan membuat kerusakan atau menimbulkan kerugian, baik bagi diri
sendiri, bagi masyarakat, maupun bagi bangsa. Oleh sebab itu, pemanfaatan TIK
dalam pendidikan perlu dirancang, direncanakan, dilaksanakan, dan dinilai dalam
rangka mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya seperti diuraikan di atas.
D.
Peran TIK dalam meningkatkan
profesionalisme guru
TIK
dalam pendidikan hendaknya mempertimbangkan karaktersitik peserta didik,
pendidik, dan tenaga kependidikan dalam keseluruhan pembuatan keputusan TIK. TIK
hendaknya dirancang untuk memperkuat minat dan motivasi pengguna untuk
menggunakannya semata guna meningkatkan dirinya, baik dari segi intelektual,
spiritual (rohani), sosial, maupun ragawi. TIK hendaknya menumbuhkan kesadaran
dan keyakinan akan pentingnya kegiatan berinteraksi langsung dengan manusia
(tatap muka), dengan lingkungan sosial-budaya (pertemua, museum, tempat-tempat bersejarah),
dan lingkungan alam (penjelajahan) agar tetap mampu memelihara nilai-nilai
sosial dan humaniora (seni dan budaya), dan kecintaan terhadap alam sebagai
anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
TIK
hendaknya menjaga bahwa kelompok sasaran tetap dapat mengapresiasi teknologi
komunikasi yang sederhana dan kegiatan-kegiatan pembelajaran tanpa TIK karena
tuntutan penguasaan kompetensi terkait dalam rangka mengembangkan seluruh
potensi siswa secara seimbang. TIK hendaknya mendorong pengguna untuk menjadi
lebih kreatif dan inovatif sehingga tidak hanya puas menjadi konsumen informasi
berbasis TIK. Jika guru dapat melaksanakan pemanfaatan TIK tersebut dapat
diterapkan bersama prinsip-prinsip di atas, niscaya dampak positif akan dapat
diperoleh secara optimal dan dampak negatifnya akan terkendali sampai titik
minimal.
Guru
sebagai sumber daya pendukung. Pemanfaatan TIK memerlukan dukungan tenaga
manusia, perangkat lunak, dan perangkat keras (peralatan), serta biaya. Tenaga
manusia mencakup guru dan teknisi TIK bersama kompetensinya, perangkat lunak
merujuk pada program TIK yang telah dirancang sesuai tujuan yang akan dicapai
dengan TIK terkait, perangkat keras merujuk pada peralatan TIK bersama dengan
tempat yang kuat dan aman untuk meletakkan dan menyimpan TIK, sedangkan biaya
mencakup biaya untuk pemeliharaan peralatan, peremajaan peralatan, dan
pengembangan program serta pemberdayaan tenaga manusianya.
Menurut Jumali, dkk (2004: 39) dalam arti sederhana
pendidik adalah semua orang yang dapat membantu perkembangan kepribadian
seseorang dan mengarahkannya pada tujuan pendidikan. Tugas dari pendidik adalah
membimbing, mengajar dan melatih peserta didik.
Guru yang
profesional mampu mengembangkan semua sarana prasarana yang digunakan dalm
pembelajaran. Selalu dapat meningkatkan dan menciptakan sebuah inovasi dalam
pembelajaran agar tidak membosankan diantaranya dengan penggunaan TIK yang
dikuasai sehingga pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa. Profesionalisme
yang berarti suatu pekerjaan atau pencaharian
yang mempunyai keahlian. Secara
harfiah dapat diartikan dengan suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian dan
ketrampilan tertentu, dimana keahlian dan ketrampilan tersebut didapat dari
suatu pendidikan atau pelatihan khusus.
IV. Kesimpulan
Guru
memegang peran kunci dalam pembelajaran dan dengan demikian dalam pemanfaatan
TIK untuk tujuan kependidikan. Agar dapat memetik manfaat optimal dati TIK untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, para guru perlu menguasasi sederet
kompetensi memadai untuk dapat menyelenggarakan pembelajaran berbantuan atau berbasis
TIK. Dalam hal ini, dapat dipertimbangkan
kompetensi guru untuk era TIK seperti
disajikan di bawah:
1.
Pemahaman tentang asumsi pedagogis yang melandasi penggunaan TIK, misalnya bias
gender dan etnik, relevansi pendidikan, dampak sosial, kecocokannya dengan
lingkungan kelas, dengan pembelajaran kooperatif dan dengan interaksi sejawat;
2.
Pertimbangan tentang persoalan akses yang tepat ke informasi, dan verifikasi sumber
informasi termasuk Internet;
3.
Pemahaman tentang TIK dan potensinya untuk meningkatkan belajar siswa;
4.
Peningkatan kesadaran akan sederet aplikasi dan teknologi adaptif yang tersedia
untuk mendukung siswa berkebutuhan
khusus;
5.
Evaluasi terhadap materi belaajr berbasis TIK dan perangkat lunak untuk tujuan
pendidikan;
6.
Penggunaan efektif aplikasi TIK untuk mendukung hasil, isi, dan proses silabus
tertentu,
7.
Peningkatan keterampilan untuk merancang serangkaian tugas penilaian berbasis
TIK yang menggunakan kriteria pensekoran yang jelas terkait dengan hasil
silabus
8.
Pemahaman tentang persyaratan bahwa mereka dan siswanya menggunakan informasi
elektronik secara tepat, termasuk yang terkait dengan plagiarisme, hak cipta,
pensensoran, dan privasi;
9.
Kapasitas mantap untuk menggunakan perangkat lunak untuk menyusun teks, menciptakan presentasi, mengadakan sekuen
suara digital dan visual, menyiumpan dan meretriv informasi digital untuk
pembelajran kelas dan online;
10.
Kapasitas nyata untuk mengevaluasi secara kritis, meretris, memanipulasi, dan mengelola
informasi dari sumber-sumber seperti Internet, CD-ROMS, DVDROMS, dan program
komersial lainnya;
V.
Penutup
Peran
guru dalam menggunakan perangkat lunak
yang tepat untuk membuat profil siswa dan pelaporan, persiapan pelajaran dan
administrasi sekolah. Perangkat kompetensi guru tersebut di atas dapat menjadi
salah satu acuan untuk merancang pelatihan guru dalam jabatan agar mereka mampu
memanfaatkan TIK untuk pembelajaran yang diampunya. Penguasaan perangkat
kompetensi guru di atas, akan membantu mereka dalam menjalankan delapan peran
guru abad ke-21. Dalam pemanfaatan
Tehnologi Informasi dan Komunikasi perlu
diberi perhatian khusus, baik untuk guru, kepala sekolah, dan pengelola
pendidikan lainnya. Mengenai kepemimpinan menuju perubahan, dan peningkatan
guru sebagai sarana dalam memanfaatkan TIK untuk pembelajaran. Penggunaan
perangkat lunak secara berhasil yang mendukung jejaring dan komunikasi sosial,
termasuk email, forums, chat and list services;
Peran
Tehnologi Informasi dan Komunikasi dalam meningkatkan profesionalisme guru pada dunia pendidikan
saat ini betul-betul sebagai tuntutan jaman dimulai dari Perkembangan teknologi
komunikasi dari yang sangat sederhana sampai yang tercanggih (TIK-internet)
dengan dampak makin besar dalam mengubah kehidupan manusia. Pertama, literasi
teknologi telah memfasilitasi penambahan dan pendalaman pengetahuan, yang pada
gilirannya memfasilitasi penciptaan pengetahuan, yang selanjutnya lagi dapat
mendorong terciptanya komunikasi baru.
Kedua, teknologi memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan ragam kehidupan
manusia bersama kenikmatan yang ditimbulkannya, tetapi pada waktu yang sama
budaya yang serba mudah dan instan cenderung mengikis nilai-nilai luhur
kehidupan. Ketiga, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk memanfaatkan
potensial TIK secara optimal sambil menyedikitkan dampak negatifnya. Untuk
inilah, akhirnya, dunia pendidikan memerlukan guru-guru yang profesional untuk
meningkatkan mutu pendidikan diantaranya dengan pemanfatan TIK.
Daftar
Pustaka:
Darmiyati
Zuchdi dkk.(2009). Pendidikan Karakter: Grand Design dan Nilai-nilai Target.
Yogyakarta:
UNY Press.
Delors,
J. (1997). Learning: the Treasure Within. Paris: UNESCO.
McGaughey,
William. A moment of change in our civilization http://worldhistorysite.
com/criticalchange.html
Jumali,
M, dkk. 2004. Landasan Pendidikan. Surakarta: UMS Press
Ratna
Megawangi (2010). Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter
0 komentar:
Posting Komentar